Bagian 1: Mengenal Tenun Cual Bangka, dari Sejarah Sampai Proses Produksi
Catatan Keluarga Maslina Yazid
PROVINSI Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki mayoritas suku bangsa melayu tentunya memerlukan pakaian dan busana adat yang bervariasi baik klasik maupun modern. Hal ini diperlukan untuk mempertegas identitas budaya dan jati diri daerah.
Selain itu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi turis lokal, domestik, dan mancanegara, sehingga harus menyuguhkan barang kerajinan berupa souvenir yang menarik.
Tenun cual merupakan produk industri rumah tangga yang memiliki nilai historis, khas dan unik. Selain memiliki prospek yang cerah, dapat menyerap tenaga kerja, dan terbukti tahan terhadap krisis ekonomi, menekuni kerajinan tenun cual juga berarti turut memperkenalkan seni budaya agar tetap hidup, berkembang dan lestari dikalangan generasi muda daerah.
Menenun cual menggunakan alat tenun bernama gedogan yang merupakan warisan pengetahuan, teknologi dan keterampilan orang-orang melayu. Sementara itu, kain tenun cual telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Culture Heritage (ICH) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk mengenal dan mempelajari proses produksi serta teknik menenun cual diperlukan minat, bakat, latihan, ketekunan dan kesabaran.
Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD yang tertuang di dalam berbagai peraturan perundangan-undangan, program dan kegiatan diantaranya:
– Program dan Kegiatan Pemerintah Pusat : Industri Kecil Menengah berbasis Produk OVOP (One Village One Product).
– Program dan kegiatan pemerintah daerah untuk melaksanakan berbagai pelatihan, sosialisasi, magang teknik tenun cual;
– Pemberian bantuan modal usaha berupa kredit dan dana bergulir;
– Pemberian bantuan desain kemasan;
– Pemberian bantuan pendaftaran hak kekayaan intelektual dan hak cipta motif;
– Pelaksanaan pameran-pameran lokal, domestik dan mancanegara;
– Peraturan pemerintah daerah mengenai penggunaan pakaian adat khas daerah.
– Pembangunan amenitas kawasan pariwisata.
– Pembangunan usaha kreatif berbasis keindahan alam, warisan sejarah dan budaya.
– Hibah peralatan dan perlengkapan usaha yang bersumber dari Dana Insentif Daerah, dan lain sebagainya.
– Berbagai program dan kegiatan kepariwisataan seperti Babel Archipilago, Eksplore Babel dan event-event lainnya.
Diklat tenun cual berguna untuk mencetak pengrajin tenun cual yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan berpengalaman. Sehingga kualitas dan inovasi tenun cual yang diciptakan terus meningkat dan berdaya saing tinggi di pasar lokal, domestik dan mancanegara.
Desain kemasan yang baik diperlukan untuk menambah nilai jual dan menjadi daya tarik tenun cual. Pendaftaran Haki dan hak cipta diperlukan untuk menjaga agar motif-motif tenun cual tetap eksklusif.
Keikutsertaan dalam pameran-pameran lokal, domestik, mancanegara dipelukan untuk mempromosikan tenun cual agar lebih dikenal dan dapat menambah pendapatan melalui pesanan-pesanan. Bantuan modal usaha diperlukan untuk memperkuat modal kerja, meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga modal usaha bisa terus berputar.
Dampak dari keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap perkembangan produksi tenun cual relatif banyak, antara lain:
– Jumlah pelaku usaha tenun cual semakin bertambah;
– Tenun cual semakin diminati dan Jumlah pengguna semakin bertambah;
– Kualitas dan kuantitas tenun cual semakin meningkat.
– Pengetahuan, keterampilan, dan berpengalaman pengrajin semakin meningkat;
– Volume, omset, modal usaha semakin bertambah;
– Manajemen usaha semakin membaik;
– Khasanah budaya semakin bertambah dan identitas daerah semakin kuat.
1. Sejarah Asal-Usul Tenun Cual
Berdasarkan Buku Karangan Raden Ahmad yang berjudul “Riwayat Pulau Bangka” tahun 1934, diketahui bahwa Tenun cual merupakan satu dari sekian banyak warisan teknik pembuatan dan ragam hias kain tenun yang dimiliki bangsa Indonesia. Tenun cual asal Bangka tak lepas dari perjalanan sejarah yang panjang. Bermula dari berdirinya kota Muntok di pesisir barat Pulau Bangka.
Perkembangan keterampilan menenun cual di Muntok diawali dengan kepindahan seorang putri dari kerajaan Siantan Pulau Natuna (Kepulauan Riau) bernama Zamnah ke sebuah tanjung di dekat Gunung Menumbing sebagai tempat menetap. Tanjung tersebut kemudian diberi nama Tanjung Kelian. Zamnah beserta keluarga yang tersisa di Siantan pun pindah ke daerah itu yang kemudian dikenal sebagai kota Muntok.
Kepindahan orang-orang melayu tersebut turut membawa keterampilan menenun menggunakan alat tenun tradisional bernama gedokan. Kain adat yang dihasilkan kemudian disebut tenun cual. Menenun cual pun menjadi aktivitas perempuan-perempuan di Muntok abad ke-18. Mereka berkumpul di satu komunitas penenun kemudian diberi nama Kampung Petenon yang kini berlokasi di kecamatan Teluk Rubiah. Komunitas ini semakin berkembang ke beberapa daerah di sekitar Muntok.
Pada masa itu tenun cual merupakan paten keluarga kerajaan. Mulai dari penenun hingga pemakai cual tertutup hanya untuk keturunan raja. Menurut cerita Ibu Rodia, warga kecamatan Teluk Rubiah dan keturunan penenun, gedokan (alat tenun) diletakkan di atas rumah panggung. (bersambung)
Tinggalkan Balasan