SUARABAHANA.COM — Pemerintah Kota Pangkalpinang mengikuti rapat koordinasi pengendalian inflasi tahun 2024 yang dipimpin oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia melalui zoom meeting dari Ruang Smart Room Center (SRC) Kantor Wali Kota Pangkalpinang pada Selasa, 2 Juli 2024.

1000173990
Sumber foto: istimewa.

Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI, Komjen Pol Tomsi Tohir, mengungkapkan hasil penghitungan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diumumkan pada hari Senin kemarin. Inflasi mengalami penurunan menjadi 2,51% dari sebelumnya 2,84%. Meskipun angka ini lebih tinggi dari 2,28% yang tercatat pada bulan September 2023, pencapaian ini tetap dianggap baik.

“Patut kita syukuri bahwa atas kebersamaan dan kerja keras kita semua, angka ini dapat kita capai,” ujarnya.

Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) Badan Pusat Statistik (BPS) Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, M. Habibullah, menjelaskan bahwa pada bulan Juni 2024 telah terjadi deflasi sebesar 0,08%. Jika dibandingkan dengan Juni 2023, inflasi tercatat sebesar 2,51%. Inflasi tahun kalender Juni 2024 juga menunjukkan angka 1,07% jika dibandingkan dengan Desember 2023.

“Deflasi bulan Juni ini lebih dalam dibandingkan bulan Mei 2024 dan merupakan deflasi kedua yang terjadi pada tahun 2024. Inflasi tahunan Juni 2024 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya serta bulan yang sama tahun 2023. Kelompok penyumbang utama deflasi adalah makanan, minuman, dan tembakau,” jelas Habibullah.

Beberapa komoditas utama yang berkontribusi terhadap deflasi di bulan Juni 2024 meliputi bawang merah, tomat, daging ayam ras, dan telur ayam ras, dengan deflasi masing-masing sebesar 0,09%, 0,07%, 0,05%, dan 0,02%.

Di sisi lain, komoditas penyumbang inflasi selama semester pertama tahun 2024 didominasi oleh kelompok harga bergejolak, dengan emas perhiasan dan sigaret kretek mesin (SKM) menjadi penyumbang utama inflasi secara konsisten selama enam bulan berturut-turut.

Habibullah menekankan bahwa dalam enam tahun terakhir, inflasi tengah tahun umumnya disebabkan oleh komoditas harga bergejolak, yang didukung oleh tingginya tingkat inflasi bahan makanan.