SUARABAHANA.COM – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia hingga saat ini belum menetapkan Suyatno alias Asui, seorang pengusaha timah dari Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah.

Publik sempat dibuat penasaran lantaran pada Selasa (17/10/2023) lalu, saat tim dari Kejaksaan Agung mendatangi kediaman Asui di Jalan Raya Sadai, Desa Keposang, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya pengumpulan bukti dalam penyelidikan kasus korupsi yang sedang diusut.

1000155936
Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pada Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat berada di rumah Asui, di Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan, Selasa (17/10/2023). Sumber foto: suarabahana.com.

Mengutip Liputan6.com pada 13 September 2024, sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus) melanjutkan persidangan terkait kasus korupsi komoditas timah pada Kamis (12/9/2024).

Salah satu saksi yang hadir adalah Suyatno alias Asui, seorang pengepul pasir timah dari tambang rakyat. Asui hadir bersama stafnya, Husni. Selain itu, saksi lain yang turut memberikan kesaksian adalah Yusuf, Direktur CV Candra Jaya, dan Marzoshin, Direktur CV Semar Jaya Perkasa.

Husni, dalam kesaksiannya, menggambarkan betapa pentingnya pertambangan timah bagi mata pencaharian warga setempat. Karena adanya masalah penyerapan timah oleh PT Timah, para penambang rakyat sampai harus menjual pasir timah secara eceran di pinggir jalan.

“Sebagian besar warga di sana menjual pasir timah di pinggir jalan dengan harga Rp120-130 ribu per kilogram, seperti menjual bensin eceran,” ujar Husni di hadapan majelis hakim.

Fenomena penjualan pasir timah secara eceran kemudian mendapat perhatian dari manajemen PT Timah. Untuk menertibkan situasi, PT Timah menciptakan pola kemitraan dengan para penambang rakyat serta pemilik lahan yang berada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik perusahaan tersebut. Melalui pembentukan badan hukum berupa CV, ekosistem penambangan timah mulai tertata.

Tujuan dari kemitraan ini adalah untuk mencegah perdagangan timah ilegal yang berasal dari wilayah IUP PT Timah, serta menjamin bahwa para pemilik lahan tetap mendapatkan hak ekonomi atas lahan yang mereka miliki.

Suyatno alias Asui menjelaskan bahwa dalam proses pembelian pasir timah dari penambang rakyat, dirinya berperan sebagai pengepul. “Kadar terendah timah (Sn) yang saya terima adalah 68%. Sebagai pengepul, saya hanya menerima hasil tambang dari masyarakat yang masih basah, sehingga proses pengeringan (goreng) tetap harus dilakukan, yang membutuhkan biaya tambahan,” ungkapnya.

Asui menambahkan bahwa banyak masyarakat yang sangat bergantung pada pertambangan timah untuk kelangsungan ekonomi mereka. Namun, kondisi saat ini berubah drastis. “Ekonomi di Bangka Belitung hancur. Harga timah jatuh, dan banyak orang kehilangan pekerjaan. Kondisi pasar juga sangat sepi,” ujarnya.

Sementara itu, Yusuf, Direktur CV Candra Jaya, dalam kesaksiannya mengungkapkan bahwa ia telah menjadi mitra penambangan PT Timah sejak 1996-2002 dan kembali pada 2007-2008. Yusuf menceritakan bahwa praktik pertambangan oleh pihak selain PT Timah sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak dia masih kecil.

“Saya lahir pada tahun 1960, dan sejak kecil sudah tahu tentang pertambangan bijih timah. Ayah dan kakek saya juga bercerita bahwa pertambangan ini sudah berlangsung sejak zaman mereka,” kata Yusuf.

Yusuf juga menjelaskan bahwa dalam menjalankan operasinya, selain memanfaatkan tanah miliknya, ia juga membebaskan tanah tumbuh yang berada di wilayah IUP PT Timah dengan modal pribadinya. “PT Timah mewajibkan kami untuk membebaskan tanah tumbuh di tempat CV Candra Jaya menambang, dan biayanya saya tanggung sendiri,” jelasnya.

Sebelumnya juga, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Wazir Iman Supriyanto mengungkapkan terdapat satu orang yang masuk daftar pencarian orang atau DPO pada kasus dugaan korupsi timah, yakni Direktur Utama CV Salsabila Utama Tetian Wahyudi.

“Orang yang bersangkutan tidak berada di tempat saat akan dilakukan penyidikan dan sudah ditetapkan statusnya sebagai DPO,” kata JPU menjawab pertanyaan hakim tentang keberadaan Tetian pada sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/9/2024) seperti dikutip antara.com.

JPU mengatakan Tetian belum sempat diperiksa penyidik hingga saat ini karena setiap didatangi, yang bersangkutan tidak berada di tempat tinggalnya. Selain itu, berdasarkan informasi dari pemerintah setempat, kata JPU, Tetian disebutkan sudah tidak lagi tinggal di dua rumah yang didatangi penyidik tersebut.

Kendati demikian, JPU menegaskan bahwa pihaknya akan terus mencari Tetian bersama dengan aparat penegak hukum lainnya. Nama Tetian mencuat dalam sidang pemeriksaan General Manager Operasi Produksi Investasi Mineral PT Timah Tbk Achmad Haspani selaku saksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.

Dalam kesempatan itu, Haspani mengaku pernah dimarahi oleh Tetian karena Tetian merasa dekat dengan jajaran direksi PT Timah.

Dalam dakwaan kasus dugaan korupsi timah, CV Salsabila Utama merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Tetian bersama Direktur Utama PT Timah periode 2016–2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016–2020 Emil Ermindra.

Sumber: liputan6.com dan antara.com